2014/03/29

Shoshika (少子化)


Shoshika (少子化) adalah suatu keadaan menurunnya jumlah kelahiran anak di Jepang. Shoshika dibentuk dari kanji [  ] = sedikit, [ ] = anak, dan [ ] = perubahan. Jadi, shoshika dapat diartikan sebagai kondisi pada saat jumlah kelahiran mengalami perubahan menuju jumlah yang lebih sedikit. Hal ini berdampak pada ketersediaan jumlah usia produktif yang merupakan sumber daya manusia suatu bangsa.

Pasca Perang Dunia kedua, jumlah kelahiran di Jepang telah banyak mengalami perubahan. Dalam sejarah kelahiran Jepang yang tercatat sejak tahun 1947 sampai dengan tahun 2005, Jepang dua kali mengalami puncak kelahiran yaitu pada tahun 1947-1949 dan 1971-1974, dan sejak tahun tersebut jumlah kelahiran tidak pernah menunjukkan kondisi peningkatan.

Di kawasan Asia Timur, Jepang adalah negara pertama yang mengalami hal ini. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kawasan Jepang, akan tetapi juga terjadi di Korea. Sebagai  hasilnya, struktur demografi Jepang cepat berubah menjadi masyarakat menua. Pada tahun 2005, untuk pertama kalinya populasi Jepang mengalami penurunan (Ogawa, 2007:2).


Sejak tahun 1975,  jumlah kelahiran terus mengalami penurunan, beberapa faktor dianggap sebagai alasan dibalik terus menurunnya jumlah kelahiran di Jepang. Dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, pernikahan sering disebut sebagai faktor utama yang menentukan jumlah kelahiran, diantaranya adalah meningkatnya fenomena  bankonka dan jumlah populasi dari orang yang tidak menikah (Ueno,1998; Retherford et al,1996 ; Ogawa,2003). 

Pendapat lain dikemukakan oleh Yamada (2008), yang mengatakan dua penyebab utama dari fenomena  shoshika  adalah ketidakstabilan pendapatan seseorang dan meningkatnya jumlah  parasite single. Kedua hal tersebut saling berpengaruh satu dengan yang lain, jika seseorang mengalami ketidakstabilan dalam pendapatannya, maka ia cenderung untuk tidak menikah dan mempunyai anak, banyak dari mereka yang kemudian masih bergantung pada orangtua mereka, dengan kata lain fenomena parasite single tidak akan terjadi jika seseorang tidak mengalami ketidakstabilan dalam hal pemasukan keuangan. Penyebab lainnya adalah meningkatnya jumlah wanita yang menempuh pendidikan tinggi dan partisipasi mereka dalam pasar kerja dianggap sebagai alasan penundaan pernikahan yang mengakibatkan terus menurunnya jumlah kelahiran. Hal tersebut seolah-olah menimbulkan persepsi bahwa kemajuan wanita dalam dunia pendidikan dan pekerjaan menjadi faktor yang mengakibatkan turunnya jumlah kelahiran.

Penurunan jumlah kelahiran yang terjadi di Jepang membawa beberapa kekhawatiran yang muncul dari pemikiran akan dampak terburuk yang akan terjadi. Jika fenomena ini terus terjadi, Jepang akan berubah menjadi masyarakat menua yang dalam bahasa Jepang lebih dikenal dengan istilah koreika shakai (高齢化社会) , yaitu ketika jumlah manula lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah anak-anak.

Dampak buruk dari shoshika adalah:

1.      Ketersediaan tenaga kerja
Adanya kekhawatiran akan ketersediaan jumlah tenaga kerja di masa mendatang. Hal ini mengingat jumlah tenaga kerja berasal dari golongan usia produktif (usia 15-64 tahun). Jika jumlah kelahiran terus mengalami penurunan, maka dapat diramalkan bahwa jumlah populasi usia produktif juga akan mengalami penurunan.
2.      Meningkatnya populasi manula dan  tingginya beban yang harus ditanggung oleh generasi muda dalam hal pajak (Ueno, 1998: 106)
Berkaitan dengan sistem jaminan sosial yang selama ini dibanggakan oleh Jepang, yang berasal dari pembayaran pajak. Apabila jumlah usia produktif mengalami penurunan, tanpa diiringi oleh penurunan populasi manula, maka beban yang harus ditanggung oleh generasi baru akan semakin besar. Selain itu, apabila jumlah generasi muda semakin berkurang, maka populasi manula akan turut mengalami masalah khususnya pada siapa yang akan merawat dan bertanggungjawab atas kesehatan mereka ketika memasuki usia senja.
3.      Penurunan jumlah Sekolah
Berkaitan dengan dunia pendidikan,yaitu berkurangnya jumlah sekolah karena jumlah anak yang menurun sehingga mengakibatkan pengangguran guru. Dan banyak dari Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar di Jepang yang terpaksa ditutup karena kurangnya siswa.

Dampak positif dari Shoshika
1.      Pekerja asing yang datang ke Jepang
Jepang banyak menerima pekerja asing, yang banyak ditujukan pada jenis pekerjaan 3K, yaitu Kitsui(きつい), Kiken(危険), Kitanai(汚い) = Keras, Berbahaya, Kotor) yang umumnya tidak diminati oleh generasi muda Jepang saat ini. Dan hal ini menjadi peluang warga nergara asing yang ingin bekerja di Jepang dengan alasan gaji yang besar dan bekerja di luar negeri.
2.      Pelajar asing yang datang ke Jepang
Terutama dalam program pertukaran pelajar atau program beasiswa, hal ini akan semakin membuka peluang pagi pelajar yang ingin belajar di Jepang karena persaingan untuk datang ke Jepang semakin mudah.
3.      Majunya industri yang melayani kebutuhan manula di Jepang
Industri yang melayani kebutuhan manula, seperti popok dewasa, makanan dan perawat.

Fertilitas (kelahiran) merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kepadatan penduduk, karena angka kelahiran di Indonesia tidak dibatasi dan kebanyakan penduduk Indonesia melakukan pernikahan dini yang menyebabkan angka kelahiran semakin meningkat dan juga laju pertumbuhan yang tidak terkontrol, dan diperkirakan setiap tahunnya bayi bertambah 4,5juta. Kemudian, anggapan “banyak anak banyak rezeki” masih melekat dalam pemikiran sebangian masyarakat. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi tingkat kelahiran di Jepang yang setiap tahunnnya mengalami penurunan sehingga di Jepang terjadi fenomena Shoshika.



Sumber: Makalah Kuliah Masyarakat Jepang Dewasa Ini oleh Pendidikan Bahasa Jepang FIB UB 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar