2014/03/27

Miminashi Hoichi - Hoichi Si Tanpa Telinga

Cerita ini di mulai 800 tahun yang lalu, pada saat itu ada dua klan yang terkuat yaitu Genji dan Heike. Keduanya selalu bermusuhan dan saling bertarung, namun pada akhirnya keluarga Heike-lah yang kalah, dan mereka melarikan diri sampai ke daerah Dan No Ura (Prefektur Yamaguchi). Anggota klan Heike yang kalah dalam peperangan ini, baik laki-laki, wanita, anak-anak, semuanya melompat ke laut di daerah Dan No Ura ini.

Setelah peperangan ini, menurut penduduk setempat banyak rumor yang mengatakan bahwa di laut Dan No Ura sering terlihat penampakan hantu dan onibi (bola arwah) yang suka mengganggu penduduk. Oleh karena itu, dibangunlah sebuah kuil yang bernama kuil Amida dan makam untuk klan Heike yang meinggal dalam perang agar hantu klan Heike tidak mengganggu lagi.

Setelah beberapa ratus tahun berlalu, hiduplah seorang laki-laki buta bernama Hoichi di Dan No Ura. Hoichi adalah seorang pemain biwa (alat musik petik jepang) dan senang memainkannya di depan orang-orang. Dia juga pandai menceritakan kisah pilu dari peperangan Dan No Ura, dan semua orang yang mendengarnya bisa menangis. Akhirnya seorang biksu kepala di kuil Amida mengajak Hoichi untuk tinggal bersamanya di kuil dengan syarat Hoichi tiap malam harus memainkan biwa untuknya.

Suatu malam di musim panas, Hoichi duduk di teras kuil sambil memainkan biwa-nya. Tiba-tiba seseorang datang menghampiri Hoichi. Sosok itu seperti seorang samurai dan memanggil Hoichi dengan suara yang keras.

“hoichi!”

“iya! Siapa kamu?” jawab Hoichi

“saya adalah seseorang yang tinggal di dekat kuil ini, Tuan saya ingin mendengar permainan biwa-mu. Bawa biwa-mu dan ikut denganku!”

Hoichi lalu mengikuti sosok samurai itu, setelah sebentar berjalan, mereka berhenti di depan sebuah pintu gerbang yang besar. Hoichi merasa ada yang aneh karena tidak ada gerbang lain yang terasa lebih besar dari gerbang kuil Amida. Setelah itu mereka berdua memasuki gerbang itu dan melewati semacam taman yang luas, masuk ke sebuah bangunan yang luas yang didalamnya ada banyak orang.  Terdengar suara seorang wanita menghampiri Hoichi.

“Tuan Besar menyuruhmu memainkan biwa-mu dan nyanyikanlah kisah pertarungan klan Heike”

Hoichi mulai menyanyikan kisah pilu itu. Suara perahu yang melaju dengan kencang, suara anak panah yang melesat ke langit, suara kuda yang berlari, suara pedang yang beradu, semua dinyanyikan Hoichi dengan indah. Ketika Hoichi selesai menyanyikannya, semua orang menangis dan memujinya. Lalu wanita yang tadi berkata pada hoichi agar setiap hari pada jam yang sama datang ke tempat ini dan memainkan biwa-nya. Saat fajar tiba, Hoichi kembali ke kuil di antar oleh sosok samurai yang membawanya pergi.

Malam hari berikutnya, sosok samurai itu membawa Hoichi pergi untuk bermain biwa lagi. Hari demi hari berlalu, Hoichi semakin lama semakin menjadi tidak sehat dan wajahnya berubah menjadi pucat. Biksu Bepala yang tidak tahu apa -apa melihat kondisi Hoichi yang aneh itu. Akhirnya pada suatu malam Biksu Kepala menyadari bahwa Hoichi tidak ada di kuil, dan keesokan paginya ketika Hoichi kembali ke kuil Biksu Kepala memanggil Hoichi.

“Hoichi, dari mana saja kamu? Sangat berbahaya keluar larut malam tanpa ada yang menjagamu”

Hoichi diam saja dan tidak berkata alasan dia pergi di malam hari.

“aneh sekali, ada hal yang dia sembunyikan”

Biksu Kepala menjadi sangat khawatir pada Hoichi dan malamnya Biksu Kepala menyuruh para biksu di kuil untuk mengikuti Hoichi jika dia pergi keluar malam ini. Benar saja, malamnya Hoichi keluar dari kuil dan para biksu mengikuti Hoichi. Namun di tengah jalan mereka kehilangan jejak Hoichi.

Para Biksu mencari kesegala tempat, saat fajar tiba, terdengar suara petikan biwa dari arah makam di dekat kuil. Ternyata Hoichi sedang memainkan biwa-nya sambil menyanyikan kisah klan Heike. Di sekeliling Hoichi ada banyak onibi.

“Hoichi! Hoichi!”

Para Biksu memanggil Hoichi, namun Hoichi tidak memperdulikan mereka dan meneruskan nyanyiannya. Akhirnya mereka menarik paksa Hoichi kembali ke kuil. Biksu Kepala sangat terkejut melihat apa yang terjadi, dan Hoichi menceritakan semua yang terjadi.

“itu berbahaya sekali, kamu bernyanyi di depan para hantu dari klan Heike. Jika kamu terus menuruti mereka, kamu bisa mati” kata Biksu Kepala.

“sayangnya, malam ini aku harus pergi. Tapi sebelum aku pergi aku akan menuliskan sutra ditubuhmu” lanjut Biksu Kepala.




Sutra adalah kalimat yang berisi doa dan mantra dalam ajaran Buddha. Sebelum malam tiba, Biksu Kepala menuliskan sutra di dada, punggung, wajah, leher, tangan, dan kaki Hoichi dengan tinta yang sudah dimantrai. Dengan begini, hantu-hantu itu tidak bisa melihat Hoichi.

“malam ini, duduklah di teras kuil. Tunggu sampai ada orang yang datang memanggilmu. Tapi, apapun yang terjadi, jangan menjawabnya, dan jangan bergerak sedikitpun!  Kamu akan baik-baik saja”

Ketika malam tiba, Hoichi melakukan apa yang disuruh oleh Biksu Kepala. Hoichi duduk di teras kuil dan menaruh biwa-nya disebelahnya. Setelah berjam-jam lamanya, dari kejauhan terdengar suara sosok yang biasa membawa Hoichi. Sosok itu akhirnya berhenti di depan Hoichi.

“Hoichi, di mana kamu!”

Hoichi tidak menjawab dan tetap duduk membatu di teras kuil. Sosok itu tidak bisa melihat Hoichi dan mulai naik ke teras kuil dan perlahan-lahan mulai mendekati Hoichi.

“aneh sekali, ada biwa di sini tapi Hoichi tidak ada....wah, ada dua telinga melayang di sini!”

“baiklah, akan kubawa telinga ini saja pada Tuan Besar”

Sosok hantu samurai itu melihat sepasang telinga Hoichi, lalu dia menangkap telinga itu dan menariknya.

“tenaganya kuat sekali, telingaku rasanya mau lepas...aduh! aaahhh!!!”

Hoichi tetap diam tidak bersuara, terasa ada sesuatu yang hangat mengalir dari kedua sisi kepalanya.

.........


Saat fajar tiba, Biksu Kepala pulang dan mencari-cari di mana Hoichi. Biksu Kepala mencari di seluruh kuil dan akhirnya menuju ke teras kuil. Namun teras kuil terasa basah.

“apa-apaan ini!”

Setelah dilihat baik-baik, ternyata itu adalah darah, dan Hoichi masih duduk bersimbah darah di teras kuil. Biksu Kepala sangat terkejut dan bertanya pada Hoichi.

“apa yang terjadi, apa kamu baik-baik saja?”

Ketika Hoichi mendengar suara Biksu Kepala, ia mulai tenang dan menangis. Hoichi menceritakan semua kejadian mengerikan yang dia alami tadi malam.

“maafkan aku, ini semua salahku. Kupikir aku sudah menuliskan sutra di seluruh tubuhmu, tapi aku lupa tidak menuliskannya ditelingamu. Sekarang semua akan baik-baik saja karena hantu itu tidak akan datang lagi”

Setelah kejadian ini, hantu itu tidak pernah lagi datang mendatangi Hoichi. Dan Hoichi menjadi terkenal karena permainan biwa-nya. Hoichi yang telinganya diambil paksa oleh hantu, karena itu di panggil “Hoichi si tanpa telinga”.




sumber: “Kaidan” (jyuuyon no fushigina hanashi wo atsumeta hon) oleh Koizumi Yakumo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar